By Nurrahman Effendi*
Hikmah Republika Selasa, 23 September 2008
Dalam bukunya, The Modern Man In Search of Spirit, Dr Carl Gustav Jung menulis, selama 30 tahun orang-orang dari berbagai negara berperadaban datang menemui saya untuk konsultasi. Saya telah mengobati ratusan pasien yang sebagian berusia setengah baya, 35 tahun ke atas. Dan, tak seorang pun di antara mereka yang tidak mengembalikan persoalannya kepada agama sebagai pandangan hidup.
Maka, bisa saya katakan bahwa setiap dari mereka jatuh sakit karena kehilangan apa yang telah diberikan agama kepada orang-orang yang beriman. Dan, jika belum mampu mengembalikan keimanannya yang sejati, mereka tidak akan bisa disembuhkan.
Agama diyakini sebagai obat paling manjur bagi krisis mentalitas dan kepribadian. Orang-orang rela melakukan perjalanan jauh yang melelahkan untuk mengunjungi tempat tersuruk di pegunungan dan pelosok dunia, demi mencari kedamaian, ketenangan, dan pelipur kehausan spiritual.
Namun, kebanyakan dari mereka hanya mendapatkan kelelahan fisik, marabahaya, dan biaya yang tak sedikit. Namun, tak jua menemukan obat penawar kedahagaan spiritual yang dicarinya.
Dan, beruntunglah orang yang mengakui tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan-Nya. Allah memberikan kemudahan bagi setiap Muslim untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Karena, Allah memang tidak menghendaki kesukaran bagi hamba-Nya. ''Dan Kami akan memudahkan bagimu ke jalan kemudahan (kebahagiaan dunia dan akhirat).'' (QS. Al-A'la [87]: 8).
Kebahagiaan itu tidak diukur hanya dengan materi. Orang yang susah, mengidentikkan bahagia kalau punya rumah gedung, mobil mewah, makan yang enak-enak, dan gaji jutaan rupiah. Namun, tak sedikit orang yang bergelimangan harta mengeluh kepenatan batin, fisik ambruk sering keluar masuk rumah sakit, dan pikiran selalu didera masalah yang datang bertubi-tubi.
Padahal, Nabi SAW tidak berlebihan mengidentifikasi standar kebahagiaan. ''Jika seseorang dapat tidur nyenyak, sehat badannya, dan ada makanan untuk satu hari, maka dia telah memiliki segalanya.''
Benar adanya apa yang Rasulullah katakan. Terkadang pikiran dan cara pandang kita yang salah telah mengaburkan segalanya. Membuat kita terjebak dalam sikap pragmatis. Seperti tamsil yang mengatakan bahwa langit tampak lebih sejahtera dan mapan, sedangkan bumi miskin dan rendah. Padahal, di bumilah kaki kita berpijak. Di bumilah kehidupan kita berjalan. Syukurilah nikmat yang kita terima hari ini agar kita bisa mencicipi kebahagiaan. (ah)
Penulis buku The Power of Wisdom Kitab Hikmah Buah Keimanan (Grafindo, 2008)
Rabu, 22 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar